
Saat Keputusasaan Melahirkan Inovasi... Perjudian Nekad CEO
Pada tahun 2011, bayangkan anda mengelola perusahaan yang menciptakan mi instan pertama di Korea pada tahun 1963. Perusahaan anda yang dulunya merupakan pelopor sejati dalam industri makanan kini terjerumus menjadi 'tempat kedua selamanya' yang tidak memiliki kehadiran. Para pesaing telah menguasai pasar, dan merek tidak dapat melepaskan diri dari citra 'makanan kakek'. Masalah keuangan semakin memburuk, dan di dalam kantor, sikap pesimis menyebar sehingga para karyawan mulai diam-diam memperbaiki resume mereka.
Inilah wajah asli Samyang Foods pada waktu itu. Sekali waktu berada di posisi mi nasional, kini hanya berhasil menempati sudut rak di supermarket besar.
Kemudian, saat yang mengubah segalanya datang. Bukan di ruang rapat, tetapi di gang Myeongdong di tengah Seoul.
Pencerahan di Myeongdong... Saat Kesakitan Menjadi Hiburan
Kim Jeong-soo, wakil presiden Samyang Foods saat itu (menantu pendiri), pergi berbelanja di Myeongdong bersama putrinya yang masih di sekolah menengah dan menyaksikan pemandangan aneh. Di depan sebuah restoran kecil, ada antrean yang sangat panjang. Tertarik oleh rasa ingin tahunya, ia masuk ke dalam.
Di sana, para remaja dan orang-orang berusia dua puluhan sedang makan ayam pedas. Tidak, lebih tepatnya, mereka sedang 'menderita'. Wajah mereka memerah seperti tomat, dan keringat mengalir deras dari dahi mereka. Mereka terengah-engah dan meneguk air. Namun... mereka tertawa. Mereka sedang menikmati waktu paling menyenangkan dalam hidup mereka.
Wakil presiden Kim mencatat dengan penuh semangat. "Makanan pedas bukan sekadar rasa. Ini adalah pelepasan stres. Ini adalah hiburan. Ini adalah tantangan."
Di restoran sempit itu, melihat bagaimana para pemuda Korea mengubah kesakitan menjadi kesenangan, ia melihat masa depan. Bagaimana jika kita membuat mi instan terpedas di dunia? Menghilangkan kuahnya sepenuhnya dan membuat mi kering, menciptakan bom api yang terkonsentrasi?
Timnya mengira dia gila.
Laboratorium Kesakitan: 1,200 Ayam dan 2 Ton Saus
Setelah kembali ke kantor pusat, wakil presiden Kim mengeluarkan perintah yang hanya bisa digambarkan sebagai masokisme kuliner sebagai kebijakan perusahaan. "Selidiki semua restoran pedas terkenal di seluruh negeri. Beli sausnya dan lakukan reverse engineering."
Tim riset menyisir seluruh negeri untuk mengumpulkan sampel dari restoran Buldak, tempat makan jeroan pedas, dan kedai tteokbokki yang seperti gunung berapi. Mereka mengimpor cabai dari seluruh dunia. Cabai Vietnam, habanero Meksiko, bhut jolokia (cabai hantu) dari India, dan saus Tabasco dalam satuan liter.
Tujuannya? Merancang rasa pedas yang cukup ekstrem untuk diingat, tetapi tidak sampai mengirim orang ke ruang gawat darurat.
Biayanya sangat mengerikan. Dalam proses R&D, lebih dari 1,200 ayam menjadi korban. 2 ton saus pedas diuji. Para peneliti mengalami gangguan pencernaan kronis. Beberapa dari mereka meminta belas kasihan. Seorang peneliti dilaporkan berkata, "Tolong, bunuh saja saya."
Wakil presiden Kim menolak untuk berkompromi. "Jika rasanya setengah-setengah, itu tidak akan terukir di benak konsumen."
Setelah satu tahun berkonsultasi tentang masakan, mereka mencapai angka ajaib. Skala Scoville 4,404 SHU—hampir dua kali lipat dari mi instan terlaris Korea, Shin Ramyeon.
Pada bulan April 2012, Buldak Bokkeummyeon lahir.

Produk yang Dibenci Semua Orang (Pada Awalnya)
Reaksi awalnya... tidak menggembirakan.
"Ini bukan makanan yang bisa dimakan manusia."
"Hampir saja saya pergi ke ruang gawat darurat."
"Bukankah ini senjata kimia?"
Bahkan pengecer besar menolak untuk menjualnya. "Terlalu pedas, tidak akan laku." Karyawan di dalam perusahaan berbisik bahwa produk ini akan dihentikan dalam beberapa bulan.
Namun, wakil presiden Kim yakin. Pasar niche 'penggila rasa pedas' akan mengubah produk ini menjadi sukses.
Dia benar. Hanya saja, para penginjil muncul dari tempat yang sama sekali tidak terduga.
YouTube... Kesakitan Menjadi Emas Viral
Iklan TV tradisional tidak menyelamatkan Buldak. Internet yang menyelamatkannya.
Pada awal 2010-an, YouTube berkembang pesat sebagai platform tantangan viral. Kabar mulai menyebar. "Ada mi instan Korea yang sangat pedas." YouTuber luar negeri mulai merekam video saat mereka memakan mi ini.
Momen paling legendaris adalah ketika YouTuber Inggris bernama Korean Englishman, Josh, memberi Buldak kepada teman-teman di London. Reaksi mereka—wajah yang memerah, mencari susu dengan putus asa, keraguan eksistensial tentang hidup—mencatat jutaan tampilan.
Tiba-tiba, makan Buldak bukan sekadar makan. Ini menjadi ritual. Ujian keberanian. Lencana kehormatan.
#FireNoodleChallenge lahir dan menyebar ke seluruh benua seperti api. Remaja di Texas, pelajar di Stockholm, keluarga di Jakarta—semua merekam diri mereka dalam kesakitan dan kegembiraan.
Samyang Foods hampir tidak mengeluarkan uang untuk pemasaran global. Konsumen yang melakukannya untuk mereka. Inilah pemasaran viral yang sebenarnya sebelum istilah itu menjadi klise.
Spektrum Pedas... Membangun Kerajaan dengan Toleransi Terhadap Kesakitan
Mereka tidak berpuas diri dengan kesuksesan. Samyang menyadari bahwa ambang toleransi terhadap kesakitan berbeda untuk setiap orang dan menciptakan tangga Scoville.
Tingkat Pemula:
Buldak Karbo (versi lembut dengan krim, untuk yang penakut)
Buldak Hot Lovely (untuk orang yang menganggap lada juga pedas)
Standar:
Buldak Original (4,404 SHU - narkoba untuk pemula)
Veteran:
Nuclear Buldak (dua kali lebih pedas)
Tantangan! Buldak Bibimmyeon (12,000 SHU)
Tingkat Kegilaan:
Nuclear Buldak 3x Pedas (13,000 SHU - yang dilarang di Denmark)
Benar. Anda membacanya dengan benar. Badan Keamanan Pangan Denmark mengeluarkan perintah penarikan dan menyatakan bahwa "ini dapat menyebabkan keracunan akut." Reaksi internet? "Denmark tidak dapat menangani kami." Penjualan melonjak.
Modisumer... Ketika Pelanggan Menjadi R&D
Di sinilah hal yang sangat menarik terjadi. Rasa berlebihan Buldak menjadi aset terbaik. Ini menjadikan konsumen sebagai inovator.
Modisumer (modifikasi + konsumen) muncul—orang-orang yang mengabaikan metode memasak dan menciptakan resep mereka sendiri.
Legenda 'Makanan Mark': Resep ini dinamai setelah Mark dari GOT7 dan menjadi fenomena di toko serba ada.
Rebus mi spaghetti cup
Campurkan dengan tteokbokki raksasa
Masukkan semua saus Buldak
Tambahkan sosis frank dan keju mozzarella
Panaskan di microwave hingga keju meleleh
Kombinasi ini—pedas, manis, asin, dan krimi—terlalu adiktif sehingga mengubah pola penjualan di seluruh toko serba ada di negara ini.
Metode 'Kujirai': (terinspirasi dari manga Jepang):
Rebus mi dengan susu, bukan air
Tambahkan telur setengah matang di tengah
Tambahkan keju dan daun bawang. Hasilnya: rasa pedas menjadi lebih lembut sehingga dapat diakses oleh 'yang tidak tahan pedas'.
Risotto Karbonara Krim: YouTuber mengubah kuah yang tersisa menjadi risotto gaya Italia dengan menambahkan nasi, bacon, susu, dan keju parmesan.
Samyang mengamati, belajar, dan berdasarkan eksperimen pelanggan, meluncurkan Buldak Karbo secara resmi. Terjual 11 juta unit dalam bulan pertama.
Inilah Inovasi C2B—konsumen yang mengembangkan (Consumer), perusahaan yang memproduksinya (Business).
Angka Tidak Berbohong... Dari Kegagalan Menjadi 1 Triliun Won
Transformasi Samyang sangat menakjubkan.
Penjualan 2023: 1.728 triliun won
Laba Operasional: 344.6 miliar won (naik 133% dibandingkan tahun lalu)
Proporsi Ekspor: 77% dari total penjualan—lebih dari 1 triliun won hanya dari luar negeri
Perusahaan yang tidak dapat menembus pasar domestik kini menjadi raja ekspor. Buldak Bokkeummyeon kini dijual di lebih dari 100 negara. Terlaris di Indonesia, Malaysia, Amerika, dan seluruh Eropa.
Untuk memasuki pasar Islam, Samyang secara proaktif memperoleh sertifikasi halal. Wakil presiden Kim Jeong-soo menjelaskan, "25% dari populasi dunia adalah Muslim. Jika mereka tidak dapat makan dengan tenang, kita bukan perusahaan global yang sebenarnya."
Pertanyaan Kepemimpinan... Dapatkah Kesuksesan Melahirkan Kesuksesan yang Lebih Besar?
Menurut penelitian Universitas Seoul, CEO yang menjabat lama awalnya membawa stabilitas dan kepercayaan yang meningkatkan kinerja. Namun seiring waktu, ada risiko terjebak dalam 'jerat kesuksesan' dan menolak inovasi.
Wakil presiden Kim memecahkan pola ini. Alih-alih berpuas diri dengan kejayaan Buldak:
Rebranding seluruh grup (diubah menjadi Samyang Round Square)
Memperluas ke bidang kesehatan dan bioteknologi
Mengembangkan penerus generasi ketiga, Jeon Byeong-woo, sebagai kepala (mendorong nutrisi yang dipersonalisasi dan protein nabati)
Pertanyaannya bukan apakah Samyang dapat mempertahankan Buldak. "Dapatkah mereka menciptakan 'Buldak berikutnya'?"
Warisan... Mengubah Kegilaan Menjadi Filosofi Perusahaan
Kesuksesan Buldak bukan sekadar kasus bisnis. Ini adalah fenomena budaya. Kisah tentang perusahaan yang hampir punah yang menemukan keselamatan bukan melalui jalan yang aman tetapi dengan memeluk kegilaan.
Ada tiga pelajaran yang tersisa.
1. Kekurangan melahirkan keberanian. Ketika tidak ada yang bisa hilang, semua aturan dapat dilanggar.
2. Ciptakan bersama pelanggan. Jangan hanya menjual produk, buatlah tempat di mana konsumen menjadi mitra.
3. Keyakinan mengalahkan konsensus. Wakil presiden Kim mengabaikan para skeptis, pengecer, bahkan karyawannya sendiri. Dia percaya pada visinya ketika tidak ada yang percaya.
Hari ini, di suatu tempat di dunia, seorang remaja berkeringat melakukan tantangan Buldak, mengunggahnya ke TikTok, dan menjadi bagian dari komunitas global yang terhubung melalui kesakitan sukarela.
Apa yang dihasilkan dari 1,200 ayam dan banyak sakit perut bukan sekadar produk tetapi ikon budaya—simbol keberanian Korea, penolakan terhadap kebosanan, dan tekad untuk membuat dunia berkeringat.
"Apakah akan ada 'Buldak kedua'?" Tidak ada yang tahu.
Namun, selama Samyang memiliki DNA inovasi yang lahir dari keputusasaan, api akan terus menyala.
Dan dunia? Dunia akan terus mencari susu.

